Para ulama ibarat bintang yang menjadi lambang di peta alam. Atau ibarat rembulan di langit, yang cahayanya menerangi alam di waktu malam. Dengan sinarnya, alam menjadi terang dan indah. Jika bulan dan bintang tidak muncul, gelaplah alam sehingga apapun tidak terlihat.
Demikian pula para ulama, menerangi umat dengan ilmu di saat dunia dalam kegelapan jahiliyah. Jika tidak ada ulama, kehidupan manusia sama persis dengan kehidupan binatang, atau bahkan lebih parah lagi.
Lewat tangan merekalah manusia mendapat petunjuk. Merekalah yang menjelaskan kepada umat jalan hidayah, dan bagaimana cara agar bisa istiqamah di jalan tersebut. Lewat ilmu merekalah, umat menjadi paham tentang jalan-jalan yang menyimpang dan bagiamana cara menjauhinya. Mereka ibarat hujan yang turun di tanah gersang yang menumbuhkan berbagai tanaman yang bermanfaat.
Ulama yang shalih serta komitmen terhadap diinnya adalah pewaris para nabi. Merekalah yang akan mengarahkan dan menuntun umat dari kegelapan menuju Islam. Merekalah lentera-lentera kehidupan ini.
Sebagaimana Nabi SAW bersabda:
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ , إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلا دِرْهَمًا , إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ , فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Maka sesiapa yang mengambilnya, berarti dia telah mengambil bagian yang sempurna”. (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah).
Demikian tingginya kedudukan ulama dalam Islam hingga Rasulullah SAW menyebut mereka sebagai pewaris para nabi. Karena di tangan merekalah risalah ini menyebar dan akan sampai ke dalam hati-hati manusia. Mereka menyelamatkan manusia dari kegelapan jahiliyah dan menuntun umat menuju jannah.
Dicabutnya Ilmu
Salah satu tanda bahwa hari Kiamat sudah dekat yaitu diangkatnya ilmu dan kebodohan yang merajalela. Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari Anas bin Malik RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَقِلَّ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا
“Di antara tanda-tanda akan datangnya Kiamat ialah diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan dan merajalelanya zina.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan tentang tanda-tanda Kiamat tersebut yang artinya, “Waktu akan semakin berdekatan, ilmu akan diangkat, fitnah semakin merajalela, penyakit kikir akan dicampakkan (dalam hati) dan akan banyak terjadi peperangan.” (HR. Muslim)
Bagaimana ilmu tersebut diangkat dan hilang dari manusia? Abdullah bin Amr menceritakan: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ. وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اِتَّـخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu ini sekaligus dari para hamba-Nya, akan tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama (orang-orang yang berilmu). Sehingga ketika tidak ada lagi orang berilmu, manusia pun mengangkat tokoh-tokoh yang jahil. Ketika ditanya, mereka memberi fatwa tanpa berdasarkan ilmu. Sehingga mereka pun sesat dan menyesatkan (orang lain).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu tentang Al-Quran dan Sunnah, yaitu ilmu yang diwarisi dari para nabi karena para ulama adalah pewaris para nabi. Dengan wafatnya orang-orang yang berilmu, lenyap pula ilmu tersebut. Sunnah mati, bidah bermunculan dan kejahilan merajalela.
Ibnu Rajab Al-Hambali mengutip perkataan Imam Asy-Sya’bi yang berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”
Di dalam kitab Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah), “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 60)
Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan barokah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Terlebih Rasulullah SAW mengistilahkan mereka sebagai kunci-kunci kebaikan. Beliau bersabda:
إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ . وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ . فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ . وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ .
“Di antara manusia, ada orang yang menjadi kunci-kunci pembuka segala kebaikan dan penutup segala bentuk kejahatan. Di antara manusia juga ada orang yang menjadi pembuka kejahatan dan penutup pintu kebaikan. Beruntunglah orang yang dijadikan Allah sebagai pembuka pintu kebaikan. Sungguh celaka orang yang dijadikan Allah sebagai pembuka pintu kejahatan.” (HR. Ibnu Majah)
Akibat kebodohan merajalela
Waktu senantiasa mengikuti perjalanan umat manusia. Hari demi hari, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Jarak antara umat ini dengan zaman risalah semakin jauh. Jarak antara umat ini dengan zaman keemasan telah demikian panjang. Hingga kualitas manusia sekarang dengan kualitas umat yang hidup di masa keemasan itu pun demikian jauh berbeda. Jika kita melihat keadaan umat ini, benar-benar membuat hati pilu dan dada sesak.
Kebodohan demikian merajalela, para ulama rabbani semakin langka, dan semakin banyaknya orang bodoh yang berambisi untuk menjadi ulama. Keadaan ini menjadi kesempatan besar bagi pelaku kesesatan untuk menjerumuskan umat ke dalam kebinasaan.
Dulu, di saat ilmu agama menguasai peradaban manusia dan ulama terbaik umat memandu perjalanan hidup mereka. Para pelaku kesesatan dan kebatilan seolah-olah tersembunyi di balik batu yang berada di puncak gunung dalam suasana malam yang gelap gulita. Namun ketika para penjahat agama tersebut melihat peluang, mereka dengan sigap memanfaatkan peluang tersebut, turun dari tempat ‘pertapaan’ mereka dan menampilkan diri seakan-akan mereka adalah para ‘penasihat yang terpercaya’.
Di masa sekarang ini, kebenaran dicitrakan menjadi kejahatan yang harus dilabrak dan dihanguskan. Sunnah Rasulullah SAW dianggap bidah yang harus dikubur dan dimumikan. Tauhid menjadi lambang kesyirikan yang harus ditumbangkan dengan segala cara. Situasi dan kondisi kini telah berubah. Para pengikut kebenaran menjadi asing di tengah-tengah kaum muslimin. Kebatilan menjadi al-haq dan al-haq menjadi batil. Akhirnya terasinglah orang yang bertauhid dan mengikuti sunnah. Di sinilah letak ‘kehebatan’ para penyesat dalam mengubah kebenaran hakekat agama, sehingga kaum muslimin menjalankan agama ini bagaikan robot yang berjalan membawa anggota badannya.
Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya dan tidak akan membiarkan para penyebar kesesatan itu merusak agama dan menyesatkan mereka secara menyeluruh. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji di dalam Kitab-Nya dan di dalam Sunnah Rasul-Nya untuk menjaga agama-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِئُوا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللهُ مُتِمُّ نُوْرِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
“Mereka berkeinginan memadamkan cahaya (Agama) Allah dan Allah tetap akan menyempurnakannya walaupun orang-orang kafir itu benci.” (QS. Ash-Shaff: 8).
Meski keadaan manusia hari ini telah rusak, Allah tetap akan menempatkan para thoifah al-manshurah yang tegak di atas kebenaran. Mereka senantiasa memperbaiki keadaan manusia meski banyak manusia yang merusaknya. Mereka senantiasa menegakkan sunnah meski banyak manusia yang menghidup-hidupkan bidah.